Beda Koto Piliang jo Bodi Caniago
1. Memutuskan Perkara
Menghadapi sesuatu permasalahan dalam memutuskan perkara, Bodi
Caniago berpedoman kepada “…tuah dek sakato, mulonyo rundiang
dimufakati, dilahia lah samo nyato di batin buliah diliekti…” (tuah
karena sekata, mulanya rundingan dimufakati, dilahir sudah sama nyata,
dibatin boleh dilihat). Artinya sesuatu
pekerjaan atau menghadapi sesuatu persolan terlebih dahulu hendaklah
dimufakati, dimusyawarahkan. Hasil dari mufakat ini benar-benar atas
suara bersama, sedangkan Koto Piliang berdasarkan kepada “…nan babarih
nan bapahek, nan baukua, nan bakabuang : coreng barih buliah diliek,
cupak panuah bantangnyo bumbuang…” ( yang digaris yang dipahat, yang
diukur yang dicoreng : baris boleh dilihat, cupak penuh gantangnya
bumbung). Pengertian segala undang-undang atau peraturan yang dibuat
sebelumnya dan sudah menjadi keputusan bersama harus dilaksanakan
dengan arti kata “terbujur lalu terbulintang patah”.
2. Mengambil Keputusan
Dalam mengambil suatu keputusan adat Bodi Caniago berpedoman kepada
“…kato surang dibuleti katobasamo kato mufakat, lah dapek rundiang nan
saiyo, lah dapek kato nan sabuah, pipiah dan indak basuduik bulek nan
indak basandiang, takuruang makanan kunci, tapauik makanan lantak,
saukua mako manjadi, sasuai mangko takana, putuih gayuang dek balabeh,
putih kato dek mufakat, tabasuik dari bumi…”. (kata seorang dibulati,
kata bersama kata mufakat, sudah dapat kata yang sebuah, pipih tidak
bersudut, bulat tidak bersanding, terkurung makanan kunci, terpaut
makanan lantak, seukur maka terjadi, sesuai maka dipasangkan, putus
gayung karena belebas, putus kata karena mufakat, tumbuh dari bumi).
Maksud dari sistem adat Bodi Caniago ini yang diutamakan sekali adalah
sistem musyawarah mencari mufakat.
Sedangkan Koto Piliang yang menjadi ketentuannya, “…titiak dari ateh,
turun dari tanggo, tabujua lalu tabalintang patah, kato surang gadang
sagalo iyo, ikan gadang dalam lauik, ikan makannyo, nan mailia di
palik, nan manitiak ditampung…” (titik dari atas, turun dari tanggga,
terbujur lalu terbelintang patah, kata sorang besar segala iya, ikan
besar dalam laut ikan makannya, yang mengalir di palit yang menitik
ditampung).
3. Pengganti Gelar Pusaka
Pada lareh Bodi Caniago seseorang penghulu boleh hidup berkerilahan,
yaitu mengganti gelar pusaka kaum selagi orangnya masih hidup. Hal ini
bila yang digantikan itu sudah terlalu tua dan tidak mampu lagi
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin anak kemenakan. Dalam adat
dikatakan juga “lurahlah dalam, bukiklah tinggi” (lurah sudah dalam,
bukik sudah tinggi). Sedangkan pada lareh Koto Piliang “baka mati
batungkek budi” (mati bertongkat budi) maksudnya gelarnya itu baru bisa
digantikan setelah orangnya meninggal dunia.
4. Kedudukan Penghulu
Pada lareh Koto Piliang ada tingkatan-tingkatan penguasa sebagai
pembantu penghulu pucuk, berjenjang naik bertangga turun. Tingkatan
penghulu dalam nagari ada penghulu andiko, penghulu suku, dan penghulu
pucuk. Penghulu pucuk inilah sebagai pucuk nagari. “bapucuak bulek,
baurek tunggang” (berpucuk bulat berurat tunggang). Sedangkan pada Bodi
Caniago semua penghulu sederajat duduknya “sahamparan, tagak
sapamatang” (duduk sehamparan tegak sepematang).
5. Balai Adat dan Rumah Gadang
Balai adat lareh Koto Piliang mempunyai anjuang kiri kanan berlabuh
gajah di tengah-tengah. Anjung kiri kanan ada tempat yang ditinggikan.
Ini dari lantai yang lain untuk menempatkan penghulu-penghulu sesuai
dengan fungsinya atau tingkatannya. Lantai rumah gadang Koto Piliang ada
tingkatannya. Maksudnya juga bila ada persidangan penghulu-penghulu
tidak sama tinggi kedudukannya, dia duduk sesuai dengan fungsinya dalam
adat.
Pada lareh Bodi Caniago lantai balai adat dan rumah gadang, lantainya
datar saja. Semua penghulu duduk sehamparan duduk sama rendah, tegak
sama berdiri.
Secara substansial, kedua sistem adat ini sesungguhnya sama-sama
bertitik tolak pada azas demokrasi. Perbedaannya hanya terletak pada
aksentuasi dalam penyelenggaraan dan perioritas pada hak azasi pribadi
disatu pihak dan kepentingan umum dipihak lain. Suatu fenomena yang
sudah sama tuanya dengan sejarah kebudayaan umat manusia sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bersama kita Dalam Blog ini !